Jumat, 10 April 2009

Rum D. Mutiara (FT 77)


Embargo Pangan Lebih Berbahaya

Dibandingkan Embargo Senjata


Putaran waktu membawa Rum D. Mutiara bergulat dalam dunia pupuk organik sebagai Director PT. Greenland Agrotech Industries (GAI). “Saya mengundurkan diri dari dunia militer pada tahun 1988 dan menjadi konsultan human resources. Ada persamaan antara human resources dengan pertanian organik,” kata alumni ITB angkatan ‘77.


Seusai lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan Teknik Fisika, Rum D. Mutiara tertarik masuk dunia militer. Saat itu, ia ikut wajib militer dan diterima di Angkatan Udara. Namun, karier militernya tak berlangsung lama. Pada tahun 1988 ia memutuskan keluar dari Angkatan Udara dengan pangkat terakhir Letnan Satu.


Dari situ, Rum mulai mengenal dunia baru, sebagai konsultan Human Resources di perusahan konsultan. Sebagai konsultan banyak menangani permasalahan human resources. “Saya pernah menjadi konsultan di pabrik pupuk Asean Aceh Fertilizer di Aceh. Selain itu pernah memberikan konsultansi di pabrik Pupuk Sriwidjaja untuk penyempurnaan pengelolaan sumber daya manusia,” kata Rum serius.


Menurut Rum terjun di bisnis pupuk organik dimulai dengan ajakan pamannya pada tahun 2005. Pada tahap awal berkiprah di pupuk organik, terlebih dahulu dilakukan penelitian dengan cara uji coba langsung di lahan-lahan pertanian dan perternakan. Pupuk organik ini dibuat dari bahan lokal (tumbuh-tumbuhan-dll).


Sebenarnya menjadi konsultan human resources dan terjun di dunia pertanian organik mempunyai kesamaan. Kata kuncinya sama-sama sehat, produktivitas meningkat. Adanya jasa konsultan human resources bertujuan meningkatkan produktivitas. Kalau orang-orangnya bekerja dengan baik, menghasilkan kinerja dengan baik, sehingga profit perusahaan juga baik. “Di pertanian juga sama. Kalau para pihak bekerja di pertanian dengan baik, maka para pihak yang hidup di pertanian juga baik,” kata Rum. Jadi, prinsipnya sejalan antara pertanian organik dengan konsultansi human recources.


Rum menambahkan, hubungan antara pemilik lahan, petani, pembuat kompos, pupuk organik dan sarana produksi lainnya serta pedagang dilakukan secara setara yang amanah. Maksudnya, masing-masing pihak mengambil keuntungan yang sewajarnya, sehingga semua pihak saling menguntungkan tanpa ada yang dirugikan.


Sementara bila dilihat kehidupan petani saat ini jauh dari makmur. Ada ketimpangan ekonomi antara petani dan pedagang hasil pertanian. Justru yang menikmati keuntungan besar adalah para pedagang. Berdasarkan kondisi riil tersebut,dan perlunya pemasyarakatan pertanian organic kata Rum, maka dibentuk komunitas organik. Di komunitas ini berkumpul para petani organik, pembuat pupuk organik, toko organik, restoran makanan organik, konsumen organic, pencinta organik. Adanya komunitas ini, para petani organik dapat langsung menjual hasil pertaniannya ke toko, pihak pemilik restoran organik, sehingga mata rantai distribusi hasil pertanian menjadi lebih pendek.


Lebih lanjut ditambahkan, pertanian organik menggunakan bakteri yang berkembangbiak dengan dilahan yang berfungsi meningkatkan kesuburan tanah, sehingga ekosistem tanah tetap terjaga. Selama ini penggunaan bakteri untuk pertanian dan peternakan banyak ditinggalkan, dan petani lebih banyak menggunakan pupuk kimia,” katanya Rum seraya menambahkan bahwa pertanian organik sehat untuk tanah, sehat untuk petani dan hasilnya sehat untuk dikonsumsi.


Apalagi isu global warming yang mengkaitkan masalah sustainable dan ramah lingkungan. Mungkin kita masih ingat, jika datang ke sawah tempo dulu, masih sering dijumpai belut, cacing dan binatang kecil lainnya. Tapi kini bila Anda datang ke sawah sudah tidak dijumpai lagi binatang-binatang tersebut. Binatang-binatang itu telah mati. Padahal itu adalah bagian dari ekosistem. Hal itu disebabkan karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan.


Pertanian organik sudah terbukti memperlambat kenaikan suhu atau efek dari global warming. Salah satu bahan pupuk organik dan pembenah tanah adalah Decomposer. Karena ada bakteri yang bekerja di situ, maka tanah menjadi lebih subur. Bakteri tersebut akan makin bertambah banyak, tergantung dengan medianya. Semakin lama tanah menggunakan pupuk organik, semakin subur tanah tersebut. “Sebenarnya mereka adalah pekerja-pekerja yang tidak pernah demo itu adalah bakteri. Tidak menuntut bayaran cukup diberikan media hidup dan tumbuh, tapi terus bekerja 24 jam, 7 hari dalam seminggu” tambah Rum menganalogikan “pekerja” yang loyal.


Penggunaan pupuk kimia dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan tanah menjadi resisten pada pupuk kimia. Sejak 10 tahun terakhir ini, kenaikan produktivitas hanya 0,2%, tapi kenaikan pupuk bisa lima kali lipat. “Artinya apa, penggunaan pupuk naik, produksi tidak.naik. Kenapa bisa demikian? Karena makluk hidup dan bakteri di sawah atau perkebunan sudah dimatikan oleh pupuk kimia dan pestisida,” kata Rum kepada Ganesha Gazette di ruang kerjanya akhir April lalu.


Penggunaan pupuk organik, kata Rum, sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal disarankan menggantikan separuh dari pupuk urea (kimia) ke pupuk organik. Misalnya jika satu hektar sawah memerlukan pupuk urea satu ton, maka dikurangi menjadi 500 kg dan sisanya menggunakan pupuk organik. Pupuk organik ini bisa secara perlahan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Umumnya kenaikan produksi dengan cara demikian berkisar 17 sampai 30 persen.


Sementara ada sinyalemen bahwa pupuk organik mahal. Menanggapi sinyalemen tersebut, Rum berkilah bahwa pupuk organik tidak disubsidi, sedangkan pupuk urea disubsidi. Namun demikian, pengertian menjadi relatif. Sebagai contoh, dengan menggunakan pupuk kimia/ an-organik separuh dan separuhnya menggunakan pupuk organik produksi GAI, maka biayanya menjadi lebih murah dari pada sepenuhnya menggunakan menggunakan pupuk an-organik.


Contoh lain adalah penggunaan Decomposer untuk pembuatan kompos yang hanya membutuhkan kurang dari 7 hari. Selain itu decomposer bisa langsung disemprotkan ke lahan sawah. “Kami sudah melakukan percobaan untuk satu hektar dibutuhkan 2 sampai 3 liter Decomposer. Dengan disemprotkan di lahan yang tanahnya dibajak, lahan makin lunak dan rumput tidak tumbuh. Padahal ongkos mencabut rumput bisa mencapai Rp. 2.000.000 perhektar,” kata Rum sambil menambahkan positioning statement dari pupuk organik produksi GAI adalah Biaya Murah Hasil Melimpah.


Menurut Rum perusahaannya, selain memproduksi decomposer, Pupuk Cair PPC Organik Superfarm, pengendali hama untuk pertanian dan perkebunan juga memproduksi stimulan organik untuk perternakan, perikanan. Pengendali Hama Organik Superfarm keunggulannya adalah murah dan mudah digunakan, tidak berbahaya dan aman bagi makluk hidup, tidak meninggalkan residu dan kualitas hasil yang sehat.


Rum menambahkan, saat ini lebih dari 1000 merek pupuk yang beredar di pasaran. Dari jumlah tersebut, baru terdaftar di Departemen Pertanian sekitar 800 merek lebih sedangkan pupuk organic baru duaratusan yang terdaftar. Sebetulnya pupuk organik ini sudah lama diperkenalkan kepada petani. Hanya baru beberapa tahun terakhir ini, Departemen Pertanian mencanangkan go organic 2010.


Ada pemikiran bahwa Indonesia bisa makmur kalau dikelola pertaniannya dengan baik. Menurut Rum pemikiran tersebut betul sekali. Kesalahan kita pada zaman orde baru, pemerintah mendorong untuk competitive advantage . Tapi jangan lupa kita punya comperative advantage seperti contohnya kelapa sawit, karet dll. Sawit, karet itu kecil sekali kemungkinan di tanam di China. Produk pertanian yang bisa ditanam di China, jangan harap kita bisa menyaingi harga pertaniannya. Jadi betul sekali, kalau Indonesia mempunyai keunggulan di situ.


Bila berbicara masalah ketahanan pangan, orang hanya pikirannya beras. Sebenarnya, kata Rum, kita tak perlu risau karena antara produksi dan konsumsi di Indonesia lebih besar produksi. Produksi beras 55 juta ton, konsumsi 50 juta-an ton. Yang rawan justru gandum, karena 100% impor dan konsumsinya sekitar 5,5 juta ton pertahun.


Ada kasus ketika Uni Soviet bubar berganti Rusia. Pemerintah Rusia menghapuskan subsidi petani gandum. Sedangkan Amerika Serikat menjual gandum ke luar negeri dengan murah. Ini bertujuan mematikan petani gandum di negara lain. Akibatnya petani Rusia tidak menanam gandum, karena impor gandum jauh lebih murah. Suatu ketika Amerika mengancam Rusia untuk menghentikan impor gandum. Ancaman tersebut sangat ampuh menaklukkan Rusia. Sekarang ini senjata yang efektif buka senjata militer, tapi senjata pangan. Kita sudah buktikan bahwa diembargo 20 tahun lebih senjata oleh Amerika Serikat., sampai sekarang masih normal,. Tapi kalau diembargo makanan sehari saja akan kewalahan. “Sebenarnya kegentingan Indonesia di pangan adalah gandum. Sayangnya ketika pemerintah mengkampanyekan diversifikasi pangan adalah non beras.,” ujarnya. Seharusnya, diversifikasi pangan itu adalah mengembangkan pangan dari sumber yang ada di Indonesia, sebagai pengganti gandum juga seperti singkong, jagung, ubi, sagu dan lain-lain.


Agar pertanian organik berkembang, kata Rum, pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada petani tentang pertanian organik. Di samping itu, masyarakat perlu diperkenalkan pada pertanian organik. Selama ini, masyarakat kurang mendapat pemahaman pertanian organik yang menarik.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar