Kamis, 09 April 2009

Noor SDK Devi (ITB TI 77)


Meraih Cita-cita

Walau Harus Mengayun Langkah 10 Kali


“Kadang harus melangkah lima sampai sepuluh kali untuk meraih target dibandingkan dengan satu langkah rekan saya yang lain. Tapi dengan upaya disertai doa dan niat yang baik , serta pengertian dari keluarga dan tekad yang kuat serta disiplin dalam meraih cita cita merupakan kiat saya untuk meraihnya”, ujar Noor SDK Devi, President Director PT. Aplikanusa Lintasarta.


Ruang kerja berukuran sekitar 24 m2 tertata asri. Satu set meja kerja yang dilengkapi komputer, sebuah meja mini bundar yang dilengkapi empat kursi dan satu set sofa menghias ruangan itu. Tak luput pernik-pernik penghias dinding ruangan makin memperkaya ruang kerja salah seorang alumni ITB jurusan Teknik Industri angkatan ’77 ini. “Mas, silahkan tunggu di sini, saya ada pekerjaan sedikit,” ungkap Devi yang saat itu berpakaian rok panjang biru dan dibalut atas biru bermotif bunga itu ke luar ruangan kerjanya.


Tak lama Ganesha Gazette menunggu di ruang kerjanya, ia pun muncul di ruangannya. Aura ayunya masih terpancar dari sosok ibu yang berusia 50 tahun ini. Dengan menggunakan kaca mata berlabel D&G warna putih, membuat penampilannya lebih trendy.


“Sebetulnya selepas lulus ITB keinginan saya adalah bekerja di sebuah bank multinasional,” tandas Devi mengenal masa silamnya. Tapi, perjalanan nasib berkata lain. Seusai lulus ITB ia sempat bergabung di PT Rekayasa Industri selama tiga bulan. Dalam waktu bersamaan, ia juga sedang dalam proses penerimaan di Indosat, sebuah perusahaan telekomunikasi yang baru berdiri.


Pertama bergabung di Indosat, Devi ditempatkan di bagian perencanaan. Dan tak tanggung-tanggung, ia langsung dilibatkan pada proyek yang Indosat bekerjasama dengan 11 negara dalam rangka membangun kabel telekomunikasi di bawah laut.


Dari situ kariernya mulai melesat. Dalam tempo 2 tahun ia telah menduduki jabatan Manager Business Planning and Development pada tahun 1983. Bahkan tahun 1987 manajemen mempercayainya untuk mengembangkan bisnis baru (anak perusahaan Indosat) yang bekerjasama dengan PT Telkom dan perbankan nasional. Dalam tempo 1 tahun setengah berdirilah perusahan yang diberi nama PT Aplikanusa Lintasarta. Manajemen Indosat menunjuk Devi sebagai Direktur Operasional, Teknik dan Pemasaran. Penunjukan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban Devi atas studi kelayakan yang dibuatnya.“Saya yang membidani berdirinya perusahaan itu,” ujar istri Heru yang juga alumni dari ITB ini bangga.


Ketika Devi ditunjuk menjadi direktur di anak perusahaan Indosat itu, ternyata tawaran beasiswa dari Bappenas (Badan Perancang Pembangunan Nasional) datang secara bersamaan. Terjadi benturan psikis antara memilih melanjutkan sekolah ke Amerika Serikat yang sebenarnya sangat diinginkannya atau mengambil posisi direktur? Keputusan yang diambilnya berdasarkan pertimbangan yang matang. Setelah berkonsultasi dengan Direksi Indosat (Pak Parapak, Pak Cacuk, pada saat itu-Red) dan dosen pembimbingnya di ITB, (Pak Aso) akhirnya Devi memilih menjadi direktur di PT. Aplikanusa Lintasarta, karena sangat jarang ada peluang yang datangnya dua kali.Demikian yang disampaikan Direksi dan pembimbingnya saat itu.


Secara moral obligation, kata Devi, ia merasa punya beban, yaitu berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Sebagai pendiri harus bisa membuktikan bahwa usulannya memang layak dan akan memberikan manfaat kepada stakeholder. “Kami bertiga (jajaran direksi di Lintas Artha-Red) dan dibantu 11 staf bekerjasama untuk merealisasikan jasa-jasa yang kami usulkan dalam proyek perusahaan itu,” kata Devi dan dengan kerja keras serta kebersamaan tim kecil tersebut, Lintas Artha mencapai BEP (Break Event Point) dalam tempo 2 tahun, bahkan sudah dapat juga memberikan deviden.


Selama lima tahun di Lintasarta, kata Devi, pengalaman yang sangat berharga adalah kebersamaan tim. “Kami semua turun langsung ke lapangan. Saya sebagai Direksi, ya kerja dari A to Z, mulai belanja untuk peralatan, cari dana dan membangun sistem di perusahaan, serta mencari pasar. Syukur Alhamdullilah perusaahaan dapat bertumbuh dari tahun ke tahun,” kata Devi seraya menambahkan pangsa pasar Lintas Artha adalah seluruh perbankan di Indonesia yang berupa sistem networking bank yang di support dengan IT.


Selama lima tahun di Lintasarta, tambah Devi, pernah terjadi kekurangan dana untuk membayar gaji pegawai. Transportasi untuk penjualan belum sanggup kita adakan, sehingga kendaraan pribadi pun menjadi mobil operasional perusahaan. “Hal inilah yang memacu saya untuk berupaya keras mencari solusi, karena selalu terbayang di pelupuk mata saya, bahwa sekian orang pegawai menggantungkan hidupnya pada perusahaan . Tidak berhasil, mau dikemanakan mereka?,” ujar Devi.


Hal tersebut justru menciptakan kreativitas dan meningkatkan kemampuan jajaran direksi dalam berbisnis. Semua jajaran ikut langsung dalam proyek, baik langsung ke lapangan atau menemui calon pelanggan, termasuk jaringan relasi dari stakeholder. “Beberapa proyek dipercayakan kepada kami dan kami pun berhasil melalui masa sulit. Semua teratasi dan tidak terjadi hal yang merugi,” tambahnya.


Selain pekerjaan tersebut, sering juga dalam rangka membangun relasi bisnis, Devi ikut kegiatan non organik, antara lain di Yayasan Anak Indonesia, Permanin dan juga Masyarakat Telekomunikasi dan Informatika. Pernah juga ikut dalam kegiatan pameran di Istana Negara. “Semua itu ada manfaatnya. Kesungguhan dan hasil kinerja saya saat itu, membawa saya bertugas di Bank Mandiri saat merger,” tambahnya.


Bersamaan dengan Indosat Go Public pada tahun 1994, ia kembali ditarik ke Indosat menduduki jabatan General Manager Procurement. Posisi ini hanya dijabat setahun. Kemudian ia dipercaya menduduki jabatan General Manager Human Resources Development. Selama di posisi ini, Devi berusaha membentuk SDM Indosat sebagai Excelent Resource. Sehingga sering Indosat dijadikan referensi bagi BUMN lainnya. Beberapa SDM Indosat pun banyak yang diminta untuk diperbantukan di BUMN /instansi pemerintah saat itu, antara lain ada yang di Penerbangan, Pariwisata, Telkom.


Saat itu Indosat mempopulerkan program link and match, yaitu membina kerjasama anatara perusahaan dan sekolah kejuruan, perguruan tinggi, baik untuk siswa ataupun dosen/pengajar. Indosat memberikan kesempatan kerja dan membuat pogram kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Proyek ini akhirnya juga dipopulerkan di forum Asia Pacific, khusus Telekomunikasi dan IT.


Bagaimana masalah gender? Menurutnya masalah gender masih menjadi salah satu ganjalan kaum wanita untuk meningkatkan karier. “Ada beberapa karyawan wanita yang saya promosikan tidak seluruhnya berjalan mulus. Untuk mempromosikan seorang perempuan ke jenjang yang lebih tinggi saya harus berjuang keras dibandingkan ketika saya mempromosikan laki-laki,” katanya. Ada saja alasan pemimpin untuk tidak memposisikan wanita pada posisi yang strategis.


Di era modern ini, masalah gender masih menyelimuti budaya Indonesia. Walaupun R.A Kartini sudah jauh hari mengkampanyekan emansipasi wanita. Wanita harus melangkah lima sampai sepuluh kali untuk disamakan dengan satu langkah laki-laki. “Kita sudah bekarya dengan nilai sepuluh, itu baru sama dengan satu karya laki-laki,” kata Ibu yang saat ini masih menjadi Chairman of the Board of ACASIA (Alliances of Asian Carrier). Hal itu diterimanya, tapi ia mensyukuri posisinya sebagai perempuan. Kadang-kadang perempuan lebih mudah (tanpa terkesan negatif-Red) dalam berkarier. Bilamana kita tahu dengan tepat menerapkan kekhasan seorang wanita, antara lain sabar, telaten dan tidak keras dalam menunjukan ambisinya.


Tentu saja dukungan keluarga mutlak diperlukan, di samping tekad yang kuat untuk menggapai sesuatu. “Tanpa tekad yang kuat dan kerja keras sulit kiranya wanita dapat memposisikan dirinya di jajaran puncak manajemen,” kata Ibu yang dilahirkan di Malang, 6 Januari 1958.


Untuk mencapai posisi General Manager di Indosat, misalnya, bukan sesuatu yang gampang. Ia merupakan satu-satunya wanita yang bisa duduk duduk posisi eksekutif level di Indosat pada waktu itu. Kini sudah ada beberapa wanita yang menduduki level eksekutif di Indosat.


Devi berprinsip, ia memilih bekerja dan pilihan itu merupakan resiko karena sudah meninggalkan rumah. “Saya harus berhasil dapat memberikan manfaat pada orang lain dan mengamalkan kemampuan untuk membantu suatu kebaikan . Dengan cara inilah saya membalas budi baik investasi kedua orang tua pada saya,dan syukur saya terhadap Allah SWT, karena kesempatan yang diberikan kepada saya” lanjutnya. Ia tak ingin menjadi wanita yang sia -sia.


Tak sebatas itu. Devi pun sempat menduduki posisi Corporate Secretary PT. Bank Mandiri. Waktu itu (tahun 1997) empat bank pemerintah (Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bank Pembangunan Indonesia dan Bank Dagang Negara) Keempat bank itu merger menjadi Bank Mandiri. “Kenapa saya bisa ke Bank? Sebagaimana saya sampaikan , saya pernah menjadi direksi di Lintasarta yang sebagian besar kliennya bank pemerintah maupun swasta, saya pernah aktif di kegiatan perbankan dan manajemen, sehingga saya dikenal oleh mereka,” katanya.


Dengan bergabung di Bank Mandiri, maka seolah terjawab keinginan Devi kecil untuk dapat bekerja di sebuah bank papan atas di Indonesia. Lantas bagaimana dengan statusnya di Indosat. “Saya tetap sebagai karyawan Indosat yang diperbantukan di Bank Mandiri,” urainya lebih lanjut. Mungkin hal ini tidak lazim, karena Devi berstatus dan tetap tercatat berkarir di ke dua perusahaan.


Dunia perbankan merupakan sesuatu yang baru bagi Devi, tapi bukan masalah baginya. Dalam tempo relatif singkat ia dapat beradaptasi, bahkan mampu membangun sistem di bidang corporate secretary di Bank Mandiri.


Menurut Devi di mana pun bekerja, satu yang sama , yaitu mau belajar, berkomunikasi dengan baik dan mengajak bekerjasama dengan target /tujuan untuk manfaat /keuntungan bersama. “Di bawah saya ada bagian Public Relation, bagian Legal dan urusan direksi,” tambahnya. Ketiga bidang itu merupakan sesuatu yang baru. Tapi dengan memahami tugas mereka, belajar dan tahu diri terhadap kemampuan diri, ketiganya dapat terbangun baik. Beberapa permaslahan merger dapat diselesaikan. Walaupun sistem tersebut kini telah dikembangkan lebih canggih. Ada suatu kebanggaan tersendiri jika Devi melihat Bank Mandiri.


Apa yang membedakan manajemen perbankan dengan telekomunikasi? “Sama saja semua dituntut presisi, perhitungan yang matang, ketelitian dan kecermatan, serta disiplin terhadap tatanan dan sistem ” katanya.


Devi mengakui, semuanya itu tidak dijalani dengan biasa-biasa saja. Ia harus berkerja hingga larut malam, bahkan sering juga lewat tengah malam. Sebab, apa pun pekerjaan, tidak boleh menganggap enteng.


Apalagi jabatan ini merupakan suatu amanah. Walaupun banyak teman-teman yang mempertanyakan keputusannya mengambil tawaran sebagai Corporate Secretary di Bank Mandiri “Apa hubungannya orang telekomunikasi pindah bekerja di bank?”, demikian pertanyaan yang kerap muncul di antara teman-temannya.


Buat Devi, semuanya adalah kesempatan dan memperkaya kemampuan diri. Dari sesuatu yang baru dan berbeda pasti ada yang menarik dan perlu seni yang khusus. Jadi hal ini yang membuat Devi terus semangat dan segar.


Walaupun demikian, wanita karier satu ini tetap konsisten dalam menjalankan ibadah. Ia telah 2 kali umroh dan 1 kali menunaikan ibadah haji. Bahkan, belakangan ini, frekuensi menggali ilmu-ilmu agama semakin meningkat. Berbagai buku kajian Islam tak luput menjadi santapannya di waktu luang.


Sementara silahraturahmi dengan alumni ITB77 tetap terjaga. Ia merupakan salah satu alumni yang aktif. Ia jarang absen bila ada pertemuan atau rapat dengan alumni. Bahkan, ia termasuk salah satu think tank Alumi ITB77. “Ada rasa rindu untuk dapat memberikan ilmu kepada masyarakat,” kata Devi menutup percakapan dengan Ganesha Gazette.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar