Kamis, 09 April 2009

Priharkyati Harsono (AR 78)


Menjadi Entrepreneur

Karena Pilihan Fleksibilitas


Menjaga keseimbangan hubungan antara keluarga dan networking rupanya membuahkan berkah tersendiri. Dari komitmen itu lahirlah entrepreneur di bawah bendera PT. Ronakota Selaras di bawah komando Ir. Priharkyati Harsono. Bagaimana ibu satu putra ini memelihara keseimbangan tersebut?


Boleh jadi ada pergolakan batin ketika masih bekerja sebagai profesional di perusahaan besar yang tergabung dalam group PT. Pembangunan Jaya. Keinginan menyelaraskan antara menjalankan profesi, membagi waktu antara keluarga dan kegiatan sosial lainnya menyebabkan ia harus mengambil keputusan. Keputusan yang diambil harus akomodatif demi menjaga keseimbangan.


Keputusan ini pula yang menyebabkan Arky, panggilan akrab Ir.Priharkyati Harsono mendirikan perusahaan konsultan arsitektur dengan fokus layanan jasa Research, Design & Planning for Better Urban Future pada tahun 1997. “Karena unsur fleksibilitas sebagai ibu rumah tangga yang ingin berkarier, maka pilihan menjadi entrepreneur adalah pilihan yang tepat,” kata alumni ITB jurusan arsitektur angkatan ’78 ini kepada Ganesha Gazette.


Apalagi Arky juga disibuki dengan aktivitas di sebuah yayasan pemberi beasiswa bagi mahasiswa ITB yang tidak mampu. Yayasan yang dibentuk oleh Alumni ITB ’78 ini tidak hanya memberi beasiswa semata, tapi juga melakukan bimbingan dan mentoring sampai mereka lulus. Ia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan alumni ITB angkatan ’78. Di kepanitiaan 30 tahun Reuni ITB angkatan ’78, Arky tercatat sebagai bendahara dalam kegiatan tersebut.


Menurut Arky insiprasi menjadi entrepreneur dimulai tahun 1995. Kala itu anak tunggalnya duduk di bangku SD dan sedang memerlukan perhatian yang serius Tak pelak lagi, ia pun mengundurkan diri dari PT. Arkonin yang saat itu jabatannya sebagai arsitek/urban design/site planner Tapi, untuk menjaga hubungan dengan tempat bekerjanya, ia memilih menjadi tenaga freelance, dan tetap menjadi associate urban planner sampai saat ini, sambil secara bertahap mempersiapkan pembentukan usaha baru.


Bersama beberapa teman dari jurusan arsitektur dan planologi dari alumni ITB angkatan ’78, mendirikan perusahaan, yaitu PT. Ronakota Selaras pada tahun 1997. Tapi, baru seumur jagung perusahaan berdiri, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pada waktu itu bisnis properti turut terkena imbas krisis ekonomi. Banyak proyek properti yang ditunda pekerjaannya. Sementara bisnis jasa urban planning ini berada di garda depan pada proyek properti. Akibatnya, berdampak “keringnya” project-project pengembangan kawasan atau real estate lainnya.


Dalam kurun waktu 1998 – 2000, kata Arky, merupakan masa sulit.. Peusahaan terpaksa dikendalikan dari rumah. Karyawan bekerja dari rumah masing-masing. Bila perlu dikoordinasikan, baru dilakukan pertemuan. Untuk mengurangi overhead, karyawan digaji berdasarkan project yang dikerjakan. Kondisi itu pula yang menyebabkan teman-teman harus mencari pekerjaan lain. “Tapi, saya berkeyakinan bahwa perusahaan ini ke depan mempunyai prospek yang bagus,” kata Arky. Itu sebabnya, ia tetap menjalankan Ronakota Selaras dengan optimisme yang tinggi. Keyakinan kondisi ekonomi akan pulih kembali merupakan “energi” yang menyebabkan ia tetap tegar walau harus menata bisnis dari rumah dengan penghasilan yang tak dapat diprediksi.


Apa yang diyakini Artky ternyata benar. Bisnis properti – secara perlahan – mulai bangkit pada tahun 2000. Seiring dengan kebangkitan bisnis properti, juga membuat gairah bisnis jasa urban planning pun turut terdongkrak. Beberapa proyek properti mulai mengembangkan kawasan. Dan fenomena itu, merupakan berkah bagi perusahaan jasa urban planning.


Namun demikian, gelombang pasang surut dalam bisnis perlu disikapi secara cermat. Jangan cepat menyerah menghadapi kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Hal itu dibuktikan kembali. Bisnis jasa urban planning pun pada tahun 2003 sempat anjlok. Kondisinya baru kembali pulih pada tahun 2006.


”Dari tahun 2006 sampai sekarang bisnis ini berjalan baik,” kata Arky seraya menambahkan sampai kini ia memiliki tujuh tenaga arsitektur. Ia masih terjun langsung ke klien untuk melakukan presentasi.


Menurut Arky, walaupun fokus utama bisnis yang ditanganinya adalah memberikan jasa urban planning, tapi perusahaannya juga memberi jasa layanan arsitektur secara umum. Bahkan ia juga terkadang diminta memberi pelayanan jasa arsitektur rumah pribadi. “Biasanya order membuat arsitektur rumah tinggal datang dari teman-teman yang ingin merencanakan membuat rumah,” kata Arky sambil menambahkan bahwa pekerjaan arsitektur lebih dalam masalah detail pekerjaan.


Lebih lanjut ditambahkan jasa urban design and planning merupakan penggabungan antara ilmu arsitektur dan planologi. Bila arsitektur bersifat lebih mendalam terhadap detail pekerjaan fisik, sedangkan planologi lebih banyak menyangkut pada perencanaan non fisik seperti, aspek kelembagaan, legal, sosial, ekonomi dan demografi. “Kebetulan ketika saya kerja praktek banyak menangani pekerjaan urban planning,” tuturnya. Bahkan, ketika pertama kali bekerja juga dibidang urban planning, yaitu menangani proyek Kota Baru Bumi Serpong Damai pada tahun 1985.


Dengan kata lain, urban planning merupakan perencanaan suatu kawasan. Misalnya ada pengembang yang ingin membuka kawasan real estate, maka pekerjaan urban planning yang lebih menitikberatkan pada bisnis strategis, yaitu penggunaan lahan sesuai dengan value dari lahan tersebut. Pekerjaan di sektor ini lebih luas dan terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya. Seperti menyangkut masalah peraturan, engineering, marketing dan sebagainya.


Sifat pekerjaan urban planning lebih bersifat perencanaan, belum sampai dilaksanakan di lapangan. Dari pekerjaan urban planning sampai pelaksanaan di lapangan memerlukan rentang yang panjang. Setelah Urban planning, baru dibuat detail site planning dan dilanjutkan membuat site engineering dan baru dilaksanakan di lapangan. “Tapi kalau memang lingkup pekerjaan saya full sampai di situ, saya juga terjun ke lapangan,” katanya. Ke lapangan hanya untuk memastikan apa yang dikerjakan sesuai dengan perencanaan. Kalau survey awal, ya harus terjun ke lapangan agar mengetahui dan merasakan apa yang bisa dikembangkan dari area tersebut.


Arky menambahkan prospek urban planning akan berkembang. Pasalnya, kesadaran terhadap penataan kawasan atau tata ruang di Indonesia baru berkembang di era tahun 90-an. Bila dikaitkan dengan kondisi demikian, maka tak berlebihan jika bisnis jasa urban planning mempunyai prospek yang cukup menjanjikan di Indonesia. Di mana pembangunan kawasan di Indonesia harus ditangani secara professional dengan mengacu peraturan tata ruang yang ada di masing-masing daerah.


Permasalahan yang terjadi seperti kemacetan lalu lintas, banjir dan sebagainya di suatu kota, kata Arky, karena perencanaan kawasan tersebut tidak dilakukan secara professional dan integrated. Belakangan ini pengembang-pengembang kecil pun mulai memakai konsultan urban planning. Bahkan pemerintah daerah juga mulai menggunakan jasa urban planning jika ingin melakukan penataan tata ruang kota atau pengembangan wilayah.


Walaupun diakui Arky, pemda-pemda dalam melakukan tender pemetaan wilayah belum transparan. Namun demikian, ke depan tren tender akan semakin transparan. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin “galak”, sehingga semua pelaku usaha jasa urban planning akan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti tender dan memenangkannya.

Namun demikian, jasa usaha urban planning akan terseleksi dengan sendiri secara alamiah. Mereka yang professional di bidangnya yang akan mampu bertahan dalam bisnis ini. Sebab, belakangan ini untuk memperoleh sertifikat keahlian profesi tidak semudah memperolehnya beberapa tahun yang lalu. Kalau dulu, kata Arky, untuk memperoleh sertifikat keahlian profesi arsitektur tidak memerlukan persyaratan yang ketat. Cukup memberi hasil karya (gambar kerja) yang telah dilakukan, kemudian mengisi formulir dan membayar uang yang telah ditetapkan, maka keluar sertifikat tersebut. “Kalau di Jakarta sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta,” tambah Arky serius.


Tapi, sekarang untuk mendapat sertifikat profesi arsitektur lebih sulit. Sebab, dewan sertifikasi yang berada di asosiasi IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) akan melakukan penilaian terhadap gambar (karya) yang diajukan. Tujuannya untuk mengetahui apakah benar karya tersebut murni karya yang bersangkutan. “Bahkan, tahun-tahun mendatang akan dilakukan sidang untuk memperoleh sertifikat profesi,” tambah Arky.


Lagi-lagi Arky melakukan keseimbangan antara bisnis dan pekerjaan sosial. Hal itu dibuktikan dengan partisipasinya membantu korban tsunami di Aceh. Bahkan, sebulan setelah musibah tsunami menimpa Aceh, Arky dan teman-teman Alumni ITB, UI dan beberapa perguruan tinggi lain sempat terjun ke sana. Mereka mencarikan donor untuk membangun suatu desa. Pembangunan tersebut juga melibatkan masyarakat setempat. “Kami membantu membuat perencanaan dan pembangunan di dua desa. Hampir sebulan sekali saya ke Aceh selama tahun 2005 dan 2006,” kata Arky. Pada pembangunan desa kedua, justru pihak Bakrie group yang meminta mereka untuk membangun suatu desa di Aceh. Pekerjaan ini murni kegiatan sosial tanpa ada embel-embel apa pun.


Bisnis ini, kata Arky, penuh tantangan dan selalu ada pengalaman yang baru dan tidak pernah ada hal yang sama. Walaupun mendapat pekerjaan pada bidang yang sama, tapi tetap ada hal-hal yang baru.


Arky menyarankan kepada entrepreneur perempuan untuk tetap mempunyai keyakinan atas kemampuan yang dimiliki. Mungkin karena perempuan lebih sabar dan tekun, sehingga ketika melakukan presentasi justru lebih diuntungkan. “Banyak privilege yang diperoleh sebagai seorang perempuan,” katanya.


Keberhasilan mengusung Ronakota Selaras selama 10 tahun lebih, diakui Arky karena selalu membina networking. Sebagai contoh, walaupun ia tidak lagi bekerja di Arkonin, tapi hubungannya tetap terjaga yang secara tidak langsung juga berdampak pada bisnisnya.


Di samping itu, hubungan dengan alumni ITB, menurut Arky, secara tidak langsung memberikan privilege dalam bentuk kesempatan diundang mengikuti tender. “Apakah secara langsung networking berpengaruh terhadap bisnis, ya nggak juga. Tapi, secara tidak langsung ada,” aku Arky. Inilah enaknya menjadi entrepreneur yang mampu menjaga keseimbangan antara keluarga dan networking.


Kini putra tunggalnya sedang belajar di Australia. Semuanya dapat berjalan harmonis tanpa ada sisi yang dikorbankan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar