Kamis, 09 April 2009

Daddy Waluyo (ITB GL 77)


8 EH Radio

Mengudara Karena Tuntutan Hobby


“Dengan terdengarnya lagu ini, maka sampailah kami pada akhir tugas kami menyelenggarakan siaran sepanjang petang hingga malam hari ini. Dari studio, rekan saudara yang bertugas saat ini mengucapkan selamat malam dan merdeka !!” itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Daddy dan esok harinya radio 8 EH tutup untuk sementara karena tidak bersedia menjadi corong rektorat ITB yang notabene pemerintah. Bagaimana Daddy Waluyo menyalurkan hobby siarannya?


Dunia penyiaran bukan sesuatu yang baru bagi Daddy. Sejak masih mahasiswa ITB, ia telah bercuap-cuap di depan microphone Radio 8 EH Kampus ITB. Bahkan ia sempat menjadi kuncen (juru kunci) dan sekaligus tinggal di studio radio itu sekitar tahun 1980 sampai 1982. Dalam kurun waktu tiga tahun itu – selain menjadi penyiar – juga merangkap sebagai teknis dan pencari dana operasional.


Menurut Daddy radio kampus itu mengudara secara independent tanpa ada dukungan dana dari pihak rektorat. Untuk membiayai operasional radio, terpaksa mengamen. “Maksudnya kami menyewakan sound system dan lighting system. Uangnya digunakan untuk menghidupkan radio 8 EH,” tandas Daddy mengenang masa silamnya.


Radio kampus ini sempat dijadikan alat perjuangan mahasiswa pada masa itu. Dalam siarannya acap membacakan petisi-petisi dan surat-surat mahasiswa yang pada saat itu isinya sangat berani. “Pernah kami mengatakan gantung Soeharto”, kata Daddy serius menggambarkan kondisi siaran 8 EH.


Pasalnya, menjelang Sidang Umum MPR 78, suhu politik sempat memanas. Tak urung mahasiswa menggelar aksi demo menuntut Presiden Soeharto turun. Kampus Ganesha ITB pun acap menggelar mimbar bebas yang dipadati ribuan mahasiswa. Akibat aksi mahasiswa yang berani itu, Kampus Ganesha sempat diduduki tentara. Untuk sementara radio 8 EH membubarkan diri. Perangkat pemancar diboyong ke rumah rekan-rekan. Baru tahun 78 akhir radio ini on lagi menyapa penggemarnya.


Baru pada tahun 1982 ada pihak rektorat ITB berencana mengambil alih radio 8 EH. Mereka yang tergabung radio itu akan diangkat menjadi karyawan ITB. Tapi, konsekuensi dari pengambilalihan tersebut adalah campur-tangan pihak rektorat dalam setiap program siaran. Dengan kata ini, radio ini menjadi tidak independent lagi. “Daripada siaran diatur lebih baik kami membubarkan diri. Alhamdulillah suara saya yang terakhir mengudara dan besoknya langsung bubar,” urai Daddy sambil menambahkan bahwa alat-alat pemancar terpencar ke mana-mana. Ia sendiri mendapat dua tabung pemancar yang sampai sekarang masih disimpan utuh.


Dengan bubarnya radio 8 EH, bukan berarti Daddy hilang dari peredaran. Bapak satu putra dua putri ini, pada saat itu tercatat sebagai anggota ORARI (Organisasi Radio Amatir Indonesia ) Jakarta dengan kosen JC 0 LU dan pengurus RAPI Bekasi Timur lokal 1 wilayah 11 dengan call sign JZ 10 LRS. “Aktivitas saya dalam dunia penyiaran melalui komunikasi radio atau ngebrik istilahnya, di frekuensi 3,6 Mhz atau di 80 meter,” ujar pengkoleksi radio ini serius. Sampai saat ini jumlah koleksi radio komunikasi atau transceiver yang dimilikinya mencapai sekitar 40 buah, mulai dari keluaran tahun 1920 sampai radio keluaran terbaru.


Dalam urusan koleksi radio, alumni ITB jurusan Geologi angkatan ’77 ini kerap melakukan hunting mencari radio jadoel (jaman doeloe). Setiap kali melakukan penjelajahan melalui cyber (dunia maya) – salah satu info yang dicarinya – keberadaan radio jadoel. Tak sungkan ia harus ke luar kota hanya untuk membeli radio yang diincarnya. Bahkan, kegemarannya mengkoleksi radio sempat ditayangkan beberapa stasiun televisi swasta.


Sementara naluri siarannya terus menggebu! Naluri itu seakan mendesak minta dipenuhi. Demi sebuah hobby, bapak yang juga mempunyai hobby mengkoleksi mobil dan motor tua ini rela membenamkan investasi sebesar Rp 1,8 milyar untuk mendirikan sebuah station radio swasta bertajuk 8 EH Radio yang mengudara di frekuensi 104,0 FM di Bekasi dan 104,4 di Bogor dan sekitarnya di bawah bendera PT. 8 EH Utama, Radio ini sudah mendapat izin dari Dinas Perhubungan dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).


Nilai investasi sebesar itu digunakan membeli perangkat pemancar, membangun studio dua lantai yang sekaligus merangkap tempat tinggal dan stasiun riley di Bogor. Menurut Daddy dana sebesar itu ia kumpulkan dari hasil jerih payah bekerja mulai dari tahun 1988 sampai 2005. Sampai kini ia masih bekerja di PT. Metito, sebuah perusahaan asal Arab Saudi yang bergerak di bidang water treatment, khususnya pengelolaan air laut menjadi air tawar. Di perusahaan itu, ia menduduki jabatan Operation & Maintenance Business Development Director.


Radio dengan tag line generasi sosial dengan segmen segala usia ini, kata Daddy, sengaja mengambil nama yang sama dengan Radio 8 EH yang sempat mengudari dari Kampus Ganesha ITB. Kabarnya radio kampus tersebut kembali mengudara pada era tahun 90-an. Nama 8 EH merupakan izin frekuensi radio komunitas untuk kawasan Asia Tenggara yang dikeluarkan International Telecommunication Union (ITU).


Radio 8 EH milik Daddy merupakan radio komersial yang terdaftar di Dinas perhubungan Jabar dan KPI (Komisi penyiaran Indonesia) Jabar. Radio ini pertama mengudara pada bulan Januari 2005. Pada awal radio ini mengudara belum mempunyai izin “Izin resmi radio ini baru keluar dua tahun yang lalu, sedangkan izin statiun riley di Bogor keluar awal Januari 2009 ini,” kata Ferdian, nama samaran Daddy saat siaran.


Jangkauan siran radio ini cukup luas, yaitu kawasan Bekasi dan sekitarnya untuk frekuensi 104 FM, sedangkan di frekuensi 104,4 menjangkau kawasan Bogor, Sukabumi, Depok, Cileungsi, Parung, Cipanas, seluruh puncak dan sebagian Cianjur.


Visi 8 EH Radio adalah untuk lebih menggiatkan kegiatan sosial masyarakat. Radio ini kerap menyampaikan kritik-ktitik sosial. Apalagi saat ini kesetiakawanan sosial masyarakat semakin berkurang. Bahkan, Daddy pun terjun langsung menjadi penyiar radio pada hari Sabtu atau Minggu. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan sosial.


Radio ini pun sempat membuat program penyembuhan jarak jauh bekerjasama dengan beberapa ahli yang bisa memberikan terapi jarak jauh. Siaran langsung ini menggunakan media telpon, di mana masyarakat dapat berhubungan langsung dan berkonsultasi serta langsung diterapi.


Kedepan radio ini akan membuat program sosial yang rencananya akan bekerjasama dengan Dinas Sosial Bekasi. “Kami juga mengharapkan kepada masyarakat dan alumni ITB 77 untuk memberikan masukan-masukan dalam membuat program sosial,” kata Daddy. Apalagi pada hari Minggu, masih banyak waktu yang dapat dimanfaatkan para alumni ITB 77 untuk memanfaatkan radio ini dalam menyiarkan program sosial yang kontruktif.


Sejauh ini siaran berbau sosial acap diudarakan, seperti tips menghindarkan diri dari kecelakaan, bagaimana menghadapi kondisi saat darurat, masalah safety dan sebagainya. “Ini sering diudarakan, terutama kalau saya siaran,” tambahnya. Daddy menilai masyarakat kita mulai menipis budaya gotong royongnya, rasa sungkan dan segala sesuatunya selalu dinilai dengan uang. Sentimen ini yang disentuh ketika Daddy siaran.


Walaupun respon pendengaranya terhadap pesan-pesan sosial tidak sesuai apa yang diharapkan. Umumnya pendengar lebih merespon ketika 8 EH memutar lagu-lagu pop. Sehari bisa masuk sekitar 600-an SMS.


Namun demikian, Daddy tak merasa putus asa. Meskipun kini masukan pendengar terhadap program-program sosial nyaris tidak ada. Ia tetap tak bosan-bosan menyampaikan pesan-pesan sosial sesuai dengan tag line radio ini.


Radio ini setiap tiga bulan mengadakan aksi kemanusian, berupa donor darah yang rata-rata bisa menghimpun sekitar 100 an pendonor. Kira-kira 25 liter darah bisa disumbangkan. Donor darah ini bekerjasama dengan PMI Cabang Bekasi dan Radio Antar penduduk Indonesia (RAPI) lokal 1 Bekasi.


Tidak hanya itu. Tiap bulan, 8 EH Radio memberi santunan kepada yayasan yatim piatu atau panti jompo. Kegiatan ini merupakan refleksi kepedulian 8 EH Radio. Bahkan, setiap ada bencana alam, baik di Bekasi dan sekitarnya maupun di wilayah Indonesia lainnya – radio ini senantiasa berpartisipasi – dalam bentuk media penggalangan dana yang akan disumbangkan langsung kepada mereka yang berhak menerimanya.


Sampai saat ini 8 EH Radio mempekerjakan 11 karyawan ( tiga tenaga tetap dan delapan tenaga honorer). Sementara masukan iklan masih seret “Saat ini biaya operasional masih disubsidi,” kata Daddy. Masukan iklan hanya mampu membiayaan operasional radio sebesar 15% dari overhead . Kekurangannya dikeluarkan dari kocek pribadi Daddy tanpa bersedia menyebutkan berapa besar subsidi yang dikucurkan. Tapi yang jelas sekitar 25% penghasilan pribadi tiap bulan dikeluarkan untuk menutupi biaya operasional radio.


Lebih dari tiga tahun Daddy mensubsidi radio ini agar tetap eksis. Baginya berapa pun dana yang telah dikeluarkan – sepanjang ia mampu – akan tetap berkomitmen terhadap kelangsungan radio ini. Keberadaan radio ini, baginya merupakan bentuk aktualisasi diri dalam memenuhi naluri hobby-nya.


Namun demikian, Daddy berkeyakinan, suatu saat 8 EH Radio akan menjadi radio terbaik di Bekasi dan mendapat iklan yang banyak. Ketika ia pensiun nanti, radio ini akan digarap professional. Dengan kemampuan manajerial selama bertahun-tahun bekerja di perusahaan asing akan diterapkan untuk mengelola 8 EH Radio dikemudian hari. “Kebiasaan saya me-loby orang-orang, akan dipakai untuk me-lobby rekanan-rekanan pemasang iklan, sehingga bisa berdiri sendiri, tidak disusui lagi,” tegasnya sambil menambahkan, jika ia hanya semata-mata mencari uang dari radio ini – sebetulnya – radio ini sudah ditawar dengan harga fantastic. Tapi ia tetap tidak melepaskan radio kesayangannya ini.


Orang Indonesia Pertama Yang Jadi Direktur


Diakui Daddy ia termasuk mahasiswa yang telat dalam menyelesaikan kuliah. Hal ini disebabkan waktunya habis bergelut dengan aktivitas-aktivitas radio amatir. Baru tahun 1987 ia menyelesaikan kuliah S1 jurusan Geologi.


Baru tahun 1988 ia mulai serius menekuni dunia pekerjaan. Karier profesionalnya dimulai di sebuah perusahaan pengelolaan air biasa menjadi air murni di Bandung. Di perusahaan ini ia tak belangsung lama. Pada tahun 1992 ia hengkang ke Jakarta dan bekerja di Power Trax, sebuah perusahaan water treatment asal Singapura. Dari sini ia pindah ke sebuah perusahaan water treatment lain, yaitu: Yunitama Mulya. Dari sini ia pindah ke PT. Swasembada Insan yang juga bergerak water treatmen juga.


Pada tahun 1995 ia bergabung dengan perusahaan water treatment asal Arab, yaitu PT. Metito. Ia bergabung dari perusahaan ini ketika baru membuka cabang di Indonesia. “Saya orang Indonesia pertama yang mendaftar di perusahaan ini,” tandas Daddy serius.


Ketika bergabung di Metito dia sebagai Technical Sales support engineer. Di sini kariernya terus melesat. Sampai kini ia menduduki posisi direktur operasi dan pengembangan bisnis. “Yang jelas belum ada sejarahnya bukan orang arab atau bule menjadi direktur di seluruh Metito di dunia,” ujarnya. Ia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang menjadi direktur di PT. Metito.


Menurut Daddy sukses karier di perusahaan itu karena kerja keras, loyalitas, menepati janji dan pandi mengatur waktu serta pandai mengatur bos. Maksudnya? “Kita harus tahu kemauan bos, bagaimana menyikapi, kapan kita mengatakan tidak kepada bos. Jangan selalu mengatakan tidak dan jangan selalu mengatakan ya kepada bos,” ujarnya seraya menambahkan yang juga penting, pimpinan tahu apa yang kita kerjakan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar